Sabtu, 22 Juni 2013

"Politik migas, agenda global"



Polemik Migas, buntut kenaikan BBM dan dampak ikutan tiada akhir. Dari papua hingga aceh, dari kampung hingga kampus, dari diskusi hingga aksi terus mewarnai dinamika kenaikan ini. Banyak sudut yang dianalisis, bacaan kita, hegemoni antar kekuatan negara-negara utara terhadap negara-negara selatan memainkan peran kunci dalam drama ini.



Amerika Serikat, pembuat sknario

Konstalasi politik dan ekonomi ditingkat global hingga hari ini lebih banyak didominasi oleh Amerika Serikat. Hampir bisa dipastikan perubahan politik dan ekonomi yang terjadi di semua belahan dunia tidak lepas dari pengaruh AS. Sebaliknya, perubahan ekonomi dan politik yang terjadi di AS akan berpengaruh terhadap perubahan secara keseluruhan.

Dirunut, pemboman gedung WTC (11 September 2001) atau serbuan AS atas Irak beberapa tahun silam yang keduanya menelan ribuan nyawa manusia itu dijadikan legitimasi AS untuk melakukan invasi ekonomi ke negara-negara selatan untuk terus bergantung kepadanya. Dengan dalih memerangi terorisme, AS bisa semaunya melakukan embargo ekonomi atau memutuskan bantuan ekonominya ke negara-negara yang dianggap tidak mau mendukung kebijakan perang melawan teroris itu. Yang terjadi kemudian adalah negara-negara selatan tidak bisa melepaskan ketergantungannya dari lembaga-lembaga penghutang seperti IMF, Bank Dunia Group, CGI dan ADB atau lembaga perbankan lain.

Dibalik semua dalih itu, sebenarnya AS punya kepentingan untuk menguasai dan terus mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Invasi AS ke Irak atau Afganistan misalnya, belakangan terungkap bahwa pemenang tender migas di negara kaya minyak kedua dunia itu dikuasai oleh perusahaan-perusahaan migas asal AS seperti ExxonMobil, Shell, Chevron-Texaco, dan sebagainya.

Kita tahu bahwa AS sebenarnya sedang dilanda krisis energi migas. Sadar dengan kondisi itu maka AS lebih memilih untuk melakukan invasi eksploitasi migas ke negara-negara yang dinilai memiliki cadangan migas melimpah. AS berharap, cadangan migas dalam negerinya bisa dihemat dan pada saatnya nanti negara-negara dunia ketiga yang belum memiliki kemampuan mengembangkan energi alternatif terbarukan akan tetap tergantung kepadanya.

Bagi kita, perubahan global yang drastis ini patut dilihat sebagai ancaman saat ini dan dimasa mendatang terhadap perubahan kearah negatif disitus-situs perubahan dunia maupun nasional. Dominasi atas sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan transnasional yang berkolaborasi dengan kekuasaan negara-negara utara akan memaksa laju pengerukan di negara-negara selatan sesuai dengan keinginan negara-negara utara. Kontrol atas harga dan jalur distribusi pun dikendalikan oleh perusahaan transnasional. Skenario ini perlu dipandang sebagai bagian dari keberlanjutan dominasi utara terhadap negara-negara selatan. Untuk melegalkan percepatan pengerukan tersebut berbagai institusi digunakan yang kemudian melahirkan berbagai inisiatif dan ditopang oleh berbagai instrumen yang dihasilkan.

Dalam Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan misalnya disebutkan dengan jelas bagaimana pentingnya pertambangan dan Migas berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan. Salah satu cara yang digunakan meningkatkan pertanggung jawaban perusahaan (Corporate responsibility) dengan mendorong kalangan investor untuk meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan melalui prakarsa-prakarsa sukarela, seperti kode etik (code of conduct) dan sertifikasi. Padahal mengaitkan pertambangan dengan sesuatu yang berkelanjutan adalah hal yang tidak masuk akal.

Tak hanya itu, untuk menjamin pendanaan mereka terhadap industri sektor ini terus berlanjut, lembaga pendanaan internasional macam IMF, Bank Dunia (World Bank) juga melakukan hal yang sama dengan memfasilitasi apa yang disebut sebagai Extraktif Industri Review (WB EIR). Hasil kajian dan riset yang dilakukan,  terbukti IMF, Bank Dunia tidak menghentikan pendanaannnya bagi industri sektor ini seperti pertambangan minyak dan gas. Demikian juga dengan lembaga-lembaga lain yang bernaung dibawah Bank Dunia seperti MIGA, IBRD, IDA, dan IFC tetap mendanai proyek-proyek industri ekstraktif.

Proses EIR sejak awal memang sengaja digiring untuk menguntungkan pelaku-pelaku bisnis. Selain prosesnya yang tidak transparan, kesimpulan akhir dari semua ini kemudian dipresentasikan dalam forum Pembangunan berkelanjutan di Johanesberg, Afrika Selatan beberapa tahun lalu memang lebih banyak mengakomodir kepentingan negara-negara maju dan para pemilik modal. Dalam konteks ini antara lembaga-lembaga keuangan internasional dengan pelaku industri terdapat hubungan mutualisme, keduanya saling mendapat keuntungan dari dilanggengkannya pendanaan terhadap industri sektor ini. Seperti diketahui, salah satu penopang penting industri tambang dan migas adalah lembaga keuangan, lebih dari 50% modal pelaku bisnis berasal dari pinjaman.

Situasi menjelang politik nasional

Menjelang tahun 2014, saat ini disebut tahun ‘ancang-ancang’ bagi banyak pihak yang terlibat atau menaruh harapan pada peristiwa-peristiwa politik. Ditahun ini terjadi konsolidasi dan tawar-menawar antar aktor dan antar partai untuk memenangkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di tahun 2014. Politik uang juga merupakan satu peristiwa yang diprediksikan akan terjadi di tahun 2014 sehingga banyak partai di tahun ini menjalin hubungan diam-diam atau terang-terangan dengan pelaku bisnis, karena dari situ sumber pendanaan partai diharapkan mengucur. Bagi pelaku pertambangan minyak dan gas bumi, peluang ini dimanfaatkan dengan baik, dengan berbagai cara dan pendekatan, yang sangat sulit dibuktikan oleh publik. Tapi dapat diyakini kedekatan sektor bisnis dengan partai-partai sudah lama terjalin.

Bahkan disinyalir telah terjalin hubungan harmonis antara kelas komprador domestik tersambungkan dengan kepentingan perusahaan transnasional dan menjalin hubungan dengan partai-partai besar. Hampir semua partai saat ini memiliki aktor yang dapat dikategorikan sebagai bagian dari kelas komprador domestik. Mereka yang menjadi salah satu mesin uang bagi partai-partai besar, dan sebagian dari mereka adalah pelaku bisnis di sektor pertambangan, minyak dan gas, atau sumber daya alam lainnya.

Situasi politik semacam ini semakin menyulitkan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap kebijakan-kebijakan negara yang diharapkan berpihak pada rakyat. Bahkan dalam banyak inisiatif perubahan kebijakan negara, terlihat bahwa wakil pemerintah dan wakil partai-partai yang duduk di parlemen tidak lagi berfikir cerdas bagi kepentingan rakyat, akan tetapi telah melakukan langkah-langkah blunder karena merancang kebijakan yang masuk dalam bingkai neo-liberalisasi ekonomi dan liberalisasi politik yang di dorong oleh IMF, Bank Dunia, Negara-negara utara serta pelaku bisnis domestik dan transnasional. Sebagai misal tentu kita masih ingat saat persiapan rumusan dibuatnya perangkat perundang-undangan bidang penanaman modal dan UU Migas. Kebijakan model ini sedang ditunggu-tunggu oleh pelaku bisnis karena pemerintah menjanjikan insentif dan disinsentif pada pelaku bisnis, termasuk diberlakukan tax-holiday.

Tidak itu saja, dalam UU Pertambangan, Migas, dan pembaharuan agraria, IMF dan Bank Dunia berperan penting baik terang-terangan seperti mendanai seminar atau lewat orang-orang yang sepaham dengan mereka sebagai konsultan. Betapa menyedihkan beberapa tahun silam, seorang profesor dari universitas ternama dinegeri ini menjadi tim pembuat RUU Pertambangan, sementara pada saat bersamaan dia juga sedang menjadi tim RUU Pesisir dan konsultan hukum lingkungan perusahaan pertambangan besar. Tentu tidak sulit membayangkan kebijakan yang bakal lahir selain mengakomodasi kepentingan-kepentingan para pemodal.

Model yang saat ini dipakai tidak jauh beda dengan model yang dulu pernah diterapkan pada masa transisi dari orde lama ke orde baru. Saat itu Bank Dunia Group, beberapa negara-negara utara dan pelaku bisnis lain mendesain model ekonomi Indonesia yang dilegalkan dengan instrumen hukum. Di tahun 1967 banyak peraturan perundangan yang keluar sebagai tindak lanjutnya antara lain UU Kehutanan, UU Penanaman Modal Asing, atau UU Pertambangan. Dari regulasi yang ada seluruh instrumen ekonomi digerakkan, dan tulang punggungnya adalah ekstraksi sumber daya alam. Aksi rakyat diredam dengan kekuatan militer. Tidak heran jika masa itu banyak terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusia.

Bagi kita (rakyat Indonesia), kencenderungan ini menjadi ancaman serius, karena kasus-kasus pengelolaan sumber daya alam yang berada dibawah perut bumi Indonesia tidak diselesaikan dengan baik melalui jalur politik, bahkan pemerintah membuka ruang seluas-luasnya kepada asing mengelolahnya. Kebijakan-kebijakan yang seharusnya dikeluarkan untuk merespon persoalan minyak dan gas akan terbengkalai atau diredesain berdasarkan kepentingan pemilik modal dan partai-partai politik yang akan berkompetisi.

Sebagai kesiapan menghadapi masa depan dari ancaman ini adalah ‘penyusunan landasan juang bersama’. Gagasan besar adalah mempertemukan seluruh komponen anak bangsa yang faham akan denyut nadi kehidupan bangsa, memikirkan serius kondisi yang saat ini sedang berlangsung. Ancaman ini jika tidak dipikirkan maka kedaulatan ekonomi bangsa, seluruh SDA dibawah perut bumi Indonesia menjadi mangsa individu-individu swasta dan negara-negara asing (kapitalisme).Sekaligus merumuskan naskah penyelamatan bangsa dan negara yang lebih luas. Menyusun naskah yang diharapkan bisa jadi platform juang bersama untuk Indonesa ditengah keterpurukan tanpa harga diri dan keluar dari agenda global atas politik Migas Indonesia.#



"Skandal bank century"


Misteri skandal Bank Century hingga kini tidak jelas pengungkapan siapa pelaku sesungguhnya dari skandal raibnya Rp 6,7 triliun. Dari penelusuran ke penelurusan tak jelas dimana ujung kepastian hukumnya. Dari Pansus Parlemen, audit investigatif hingga audit forensik BPK RI, bahkan sampai pada pengakuan mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang dipanggil Presiden SBY ke Istana terkait pembahasan bailout Bank Century dianggap belum memadai untuk mengungkaptuntaskan skandal ini. Bahkan kasus century telah menelan banyak korban baik orang maupun lembaga.

Membiayai Pemilu 2009

Pengakuan Mantan Ketua KPK Antasari Azhar, yang dipanggil Presiden SBY ke Istana Negara terkait bailout Bank Century oleh banyak pengamat memperlihatkan indikasi dan strategi SBY dalam mencari bank yang sakit kemudian digelontorkan dana dan selanjutnya digunakan untuk pembiayaan pemilu. BI (Bank Indonesia) sudah memegang nama-nama bank yang sakit lalu diajukan untuk di-bailout. Menurut Antasari (Metro Realitas, 10/2008) kurang dari setahun menjelang Pemilu 2009, Antasari mengungkap didatangi Boediono yang saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). Kepadanya, Boediono membahas rencananya menggelontorkan Rp 4,7 triliun untuk menyelamatkan Bank Indover yang saat itu tengah kolaps menuju kebangkrutan. Karena Antasari menolak akhirnya jatuh pada Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.

Jika skandal besar ini tidak dibongkar sebelum Pemilu 2014, maka skandal serupa berpeluang terjadi kembali, berikut kasus-kasus korupsi lain yang melibatkan penguasa negara yang bermain-main dengan dana negara tidak akan tersentuh hukum. Seolah hukum ini diproduk untuk menghamba kepada mereka yang kuat dan berkuasa.

Berharap KPK

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dibentuk berdasar UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak lepas dari peran Bertrand DeSpeville, seorang pengacara di Hongkong dan London juga komisioner pada lembaga antikorupsi Hong Kong, Independent Commission Against Corruption (ICAC) pada 1993-1996 yang juga ia dikenal sebagai ahli antikorupsi. Tahun 2001, DeSpeville diminta bantuan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan kajian tentang pembentukan KPK. Hasil kajian tersebut kemudian  menjadi acuan Tim Persiapan Pembentukan KPK hingga berujung pada terbitnya UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Kerja-kerja KPK banyak mengambil alih kewenangan Jaksa dan Kepolisian, dianggap dua institusi hukum itu tidak memiliki daya untuk memberantas Korupsi. Tak pelak banyak pejabat, banyak politisi, banyak Jenderal dijebloskan KPK ke penjara. Karena KPK begitu gigih memberantas korupsi (kasus-kasus besar) maka lembaga itupun dikriminalisasi dengan berbagai pola, mendapat tekanan dari banyak pihak bahkan penyidik KPKpun ditarik Mabes Polri karena masa tugasnya telah selesai. KPK saat inipun dipandang sebagian kalangan hanya setengah hati dan tebang pilih dalam memberantas korupsi. Bahkan sebagian orang mengusulkan pembubaran KPK dan mengembalikan tugas pemberantasan korupsi pada Kepolisian/Kejaksaan.

Walau disadari, isu pembubaran KPK adalah muncul dari subyektifitas Partai Politik yang terusik atas pengungkapan kasus korupsi oleh KPK. Tapi, usaha kriminalisasi hingga pada upaya pembubaran KPK adalah strategi pengkodisian opini dengan penguatan wacana yang bersifat sistemik, tujuannya untuk melemahkan KPK dan selamat dari kepungan KPK dalam menyidik kasus-kasus besar itu. Kuatnya wacana pembubaran KPK terbesar didorong oleh lembaga parlemen yang dihuni Partai-partai Politik, yang oleh beberapa survey dipandang paling korup.

KPK semestinya didorong untuk penguatan kelembagaan, sistem dan personil, bukan sebaliknya dilemahkan, dikriminalisasi, dibubarkan. DPD RI mengusulkan penguatan lewat amandemen UUD 1945 yang ke lima, menurut DPD, jika KPK didorong dan diatur dalam konstitusi negara, bangsa kita akan menjadi bangsa beradab, dan Indonesia tidak dianggap sebagai Negara ‘ad hoc-krasi’ karena semua persoalan diselesaikan oleh lembaga yang bersifat sementara, KPK misalnya yang bersifat ad hoc yang hanya diatur UU. Sementara Undang-undang adalah yang paling rawan mengalami judicial review. Hingga saat ini sudah tercatat 11 dari 13 pemohon ingin melumpuhkan pasal-pasal dalam UU KPK tersebut melalui judicial review, ini tanda kemunduran bangsa.

Ujian terbesar dan terberat KPK, apa berani menuntaskan skandal Bank Century dan mengungkap tuntas kasus-kasus korupsi lain tanpa tebang pilih? Tanpa dorongan publik, kita tidak berharap banyak pada KPK dalam penuntasan kasus besar Century dan juga kasus-kasus besar lain yang calon tersangkanya belum tersentuh, dalam UU KPK, hanya seorang pimpinan KPK tidak setuju maka kasus yang telah diselidiki tidak dinaikan statusnya ke penyidikan, olehnya koruptor cukup memegang dan mengendalikan seorang pimpinan KPK, ia akan selamat dari jeratan hukum. Dari kelemahan kelembagaan KPK diatas, banyak koruptor menantang KPK. Hitungannya, tidak akan diadili perbuatan korupsi karena KPK dalam kendali dengan syarat cukup satu pimpinan KPK dikendalikan, ditambah mental dan integritas komisioner KPK yang saban hari semakin diragukan.

Korupsi harus dijadikan musuh bangsa, strategi pemberantasan yang konvensional harus didorong ke arah partisipatif. Rakyat jelata perlu dijelaskan, hak-hak mereka dikorup oleh mereka-mereka yang tamak, rakus yang sedang berkuasa, agar rakyatpun mengetahui, selanjutnya bersuara menuntut hak-hak mereka untuk dikembalikan.#

"Korupsi dalam perspektif Islam"



Korupsi adalah realitas hari ini, disini. Korupsi menjadi thema yang menarik dari hari ke hari, diprediksi berlanjut hingga hari depan. Sebagian kalangan menilai korupsi di Indonesia telah menjadi budaya karena begitu akut dalam penyelenggaraan pemerintahan. Korupsi identik dengan uang administrasi, uang pelicin, uang suap yang tahu sama tahu.

Menariknya, korupsi telah merambah jauh pada ruang-ruang politik, karena disana ada kewenangan politik. Korupsi berkenaan dengan ekonomi, dan negara dimandatkan Undang-undang untuk mengatur perekonomian untuk dan demi kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Yang mengurus negara adalah politisi-politisi bangsa yang lahir dari rahim Parpol yang duduk dalam penyelenggaraan negara. Menariknya, sebagian besar koruptor adalah orang-orang yang duduk dalam struktur penyelengaraan negara dan mereka adalah orang-orang beragama, mengerti dan faham atas pesan-pesan Tuhan melalui agama.

Dalam Islam, ekonomi adalah bahagian dari ilmu Islam dilihat dari ajaran-ajarannya. Perspektif demikian mengacu pada  falsafah segitiga emas antara Tuhan, Manusia dan Alam.

Dari segitiga emas itu, Tuhan berada dipuncak tertinggi, sedang Manusia dan Alam masing-masing berada disudut dasarnya, dan keduanya tunduk dan taat kepadaNya, Tuhan Yang Maha Esa.

“Dialah yang menurunkan hujan yang airnya menjadi minuman dan menumbuhkan tanaman bagi ternakmu. Dengan hujan itu, ia tumbuhkan pula bagimu gandum dan zaitun, korma dan anggur dan segala macam buah-buahan. Dan ia tundukkan pula bagimu malam dan siang, matahari, bulan dan bintang-bintang. Dan segala yang diciptakannya dibumi yang beraneka ragam. Ia tundukkan pula lautan supaya kamu makan daripadanya daging yang segar, dan supaya kamu mengeluarkan dari dalamnya perhiasan untuk kamu pakai. Dan agar dengan kapal-kapal, kamu mencari karunianya dan bersyukur. Dan telah ditancapkan diatas bumi, gunung-gunung berdiri kokoh, agar bumi tidak begoncang bersama kamu. Dan diadakan sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu memperoleh petunjukNya, QS An Nahl: 10-15”.

Ayat diatas terdapat empat doktrin utama bagi pemeluknya : 1) Tuhan Yang Maha Esa itu pencipta segala makhluk. 2) Langit, bumi dan seluruhnya isinya milik Tuhan dan tunduk kepada-Nya. 3) Amal shaleh, dan 4) Iman kepada hari pengadilan di hari kemudian, yaumil akhir.

Doktirn pertama: salah satu hasil ciptaan Tuhan adalah manusia yang berasal dari substansi yang sama, dan sama-sama memiliki hak dan kewajiban sebagai khalifah Tuhan di bumi. Semua manusia sama, tidak berkelas-kelas, tidak ada yang memiliki status sosial lebih tinggi, yang membedakan antar manusia adalah ketaqwaan dan amal shalehnya. Tidak meratanya nikmat Tuhan kepada manusia adalah Kuasa Tuhan semata, sumber keadilan hakiki.

Oleh sebab itu, antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dianjurkan untuk berhubungan dan menjalin kerjasama dan persaudaraan dalam membangun ekonomi, saling membantu dalam kebaikan bukan kebathilan. Karena pada hakekatnya, manusia itu diuji tentang pribadi dan hartanya.

Doktirn kedua: tersirat segala yang ada di bumi adalah milik Tuhan. Manusia hanya sebagai khalifah Tuhan di bumi, hanya mempunyai hak memanfaatkan. Manusia diwajiban untuk mendapatkan dan menafkahkan hartanya dijalan yang benar. Dalam harta seseoarng terdapat pula hak orang lain, hak orang fakir, hak orang miskin, hak anak terlantar, hak orang-orang lemah. Dalam doktrin ini, sumber-sumber harta kekayaan yang menyangkut kepentingan orang banyak tidak dibenarkan dimonopoli, dikorup dan menjadi milik perseorangan.

Doktrin ketiga: banyak dimensi terkait, salah satu termasuk peran negara dalam mengatur perekonomian untuk membantu menyelenggarakan tugas-tugas negara dalam memerangi kemiskinan melalui harta yang tersedia dimuka bumi baik melalui pajak maupun melalui jalur harta kekayaan lain. Oleh Cak nur disebutkan keadilan sosial adalah bahagian dari amal shaleh. Didalam harta orang-orang kaya terdapat hak orang fakir, hak orang miskin dan hak anak-anak terlantar.

Doktirn keempat: menyangkut keimanan seseorang pada hari pengadilan diyaumil akhir kelak. Ini terkait tingkah laku manusia yang berpengaruh terhadap horizon waktu. Seseorang yang melakukan tindakan apapun harus mempertimbangkan segala akibat perbuatannya dihari kemudian. Dalam hal ini, manusia disuruh berfikir untuk melihat untung dan rugi dalam setiap keputusan yang diambil, tidak saja dalam jangka waktu sebelum mati tapi juga sesudahnya. Dalam doktrin ini mengandung banyak asas termasuk asas keadilan, karena sifat adil adalah bagian dari perilaku ekonomi.

Akan celakalah dihari kebangkitan orang-orang yang tamak, curang, tipu muslihat jika merampas hak orang-orang fakir, miskin dan anak terlantar dan tidak memberi makan mereka. Memakan harta orang-orang fakir, orang miskin, anak-anak terlantar sama statusnya dengan mendustakan agama.

Dari empat doktirn turunan pesan Tuhan melalui QS. An-Nahl: 10-15 memberi hikmah tentang hukum-hukum Tuhan, dilarang memakan makanan dan minuman yang diharamkan. Demikian juga penekanan pada keimanan atas adanya hari pengadilan diyaumil akhir, menuntut pertanggungjawaban dari apa yang kita lakukan, kembali pada hakekat penciptaan.

Karena manusia memiliki dimensi insan dengan memiliki karakter spiritual maka disini letak perbedaan antara manusia dan binatang. Jika manusia melepas identitasnya sebagai orang yang memiliki karakter spiritual, maka manusia itu sulit dibedakan karakternya dengan binatang. Karena ia tidak lagi mampu membedakan mana yang hak dan mana yang tidak. Karena perilaku manusia yang melepaskan dimensi spiritual itu, maka datanglah kaum-kaum pejuang kemanusiaan (insan kamil) yang mencoba mengangkat kembali harkat dan martabat manusia yang telah terbenam, harkat dan martabat manusia yang sulit dibedakan dengan binatang. Harkat dan martabat manusia yang menganggap harta, kekuasaan yang dilakukan dengan tidak ada tolak ukur dan garis pembatas yang tegas.

Oleh karenanya, insan-insan kamil yang dikonsepsikan sebagai manusia ideal, manusia sempurna yang merupakan manifestasi wakil Tuhan dibumi, yang lebih mulia dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain menyerukan untuk kembali pada kesadaran hakiki, kembali merebut kualitas kesempurnaan sebagai manusia sesuai prinsip-prinsip Tauhid yang ada, agar manusia tidak jatuh wujud kemuliaan menjadi sama bahkan lebih rendah dari binatang.#

Cikini, 4/3/2013

"Civil society vs kapitalisme"



Term civil society (warga sipil) telah mengaktual dalam rentang waktu yang panjang. Thema itu didengungkan melalui gerakan-gerakan pro-demokrasi. Oleh era yang telah lewat dikenal dengan gerakan ‘demokrasi global’.

Term civil sociaty digunakan dengan dua cara : 1) untuk merujuk pada prinsip demokrasi radikal, bahwa kehidupan civil society terpola atas dasar kebebasan dan kesamaan antar warga yang bertindak sesuai dengan kesadaran keadaban, bentuk masyarakat semacam inilah yang kemudian dirintis oleh gerakan pro-demokrasi global. 2) untuk mengidentifikasi organisasi dan gerakan civil society yang menginginkan terwujudnya otentisitas budaya, ekonomi, ruang politik kearah penciptaan yang diidealisasikan sebagai masyarakat sipil yang kuat dan menentukan sesuai nilai-nilai keadaban.

Gerakan civil society telah dikenal. Berlaku dan ada sejak adanya masyarakat Yunani klasik, seperti yang dikonseptualisasikan oleh filsuf Aristoteles, dengan sebutan ‘politike koinonia’ atau komunitas politik, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin ‘societas civilis’ atau civil society. Aristoteles menggambarkan, civil society sebagai komunitas politik dalam batas etika, yang bebas dan egaliter berdasarkan kebaikan dan sikap tanggungjawab yang dengan kesepakatan bersama hidup dibawah system hukum yang mengekspresikan  norma-norma dan nilai-nilai masing-masing.

Untuk menggarisbawahi konsep Aristoteles, pertanyaan yang telah lama diajukan oleh para filsuf politik: apakah sifat dasar asali dari masyarakat yang beradab – sebagai kontradiksi dari apa yang sampai sekarang diasumsikan sebagai kacaunya negara asali yang tidak beradab – dan bagaimanakah tatanan masyarakat beradab yang paling baik itu?.

Aristoteles mengambil dari sisi pemerintahan mandiri dan demokratis yang dibangun diatas dasar budaya yang mengandung etika kewargaan (nilai-nilai). Thomas Hobbes, yang mengikuti Aristoteles (2000 tahun), adalah diantara banyak akademisi yang berpandangan skeptis terhadap “tabiat manusia”. Hobbes mengemukakan argumennya, jika manusia harus memiliki tatanan masyarakat, mereka harus tunduk pada kekuasaan monarki absolut yang menggunakan kekuasaan untuk menekan agresivitas kita dan mempunyai naluri ekspansi hegemoni untuk mengontrol.

Konsepsi ideal dari civil society mengasumsikan, kapasitas bagi kemandirian organisasi secara penuh berdasarkan perasaan bersama dalam kesatuan spiritual dari segala aspek kehidupan, inheren dengan jiwa kemanusiaan. Otentisitas budaya yang mengalir dari pengalaman yang otentik dari anggota-anggotanya adalah ruang lingkup utama dari kehidupan kolektif. Nilai-nilai itu kemudian membawa kepada kehidupan ekonomi dan politik melalui partisipasi secara sadar dari setiap individu dalam membentuk institusi-institusi dan melakukan proses-proses yang dengannya masyarakat menyusun pemerintahannya, mengalokasikan sumber dayanya untuk aktivitas produktif dan menetapkan bahwa keyakinan dan nilai adalah sumber dari arti dan identitasnya.

Dalam civil society, institusi-institusi politik dan ekonomi adalah ciptaan dari warganya secara sadar, terefleksikan secara alami, memelihara nilai-nilai kehidupan, simbol-simbol, dan keyakinan dari budaya asli ciptaan mereka sendiri. Budaya ini, pada gilirannya, membuka partisipasi publik mereka dalam urusan - urusan sosial politik masyarakat.

Sistem yang merupakan bentuk perjanjian antar warga yang konstan ini menjamin bahwa lembaga-lembaga politik dan ekonomi itu tetap responsif terhadap kepentingan - kepentingan publik dan berkembang sebagai respons terhadap nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi dari budaya yang sedang berkembang. Dalam corak sivil society seperti ini; kekuatan dan nilai-nilai yang menentukan bagi masyarakat tersebut mengalir sebagai semangat hidup bagi warga masyarakat dan bagi lembaga-lembaga yang ada.

Term sivil sociaty seiring waktu tenggelam dalam keyakinan-keyakinan kaum kapitalis. Masyarakat kapitalis telah membuang spirit sivil sociaty yang beradab dan mencemarkan kehidupan, serta mengabaikan kapasitas manusia untuk bekerja sama dan berbagi. Uang bagi kaum kapitalis adalah ukuran nilai. Hidup hanya dinilai dari harga yang diobral: sebatang pohon hanya diukur dari jumlah kepingan kayu yang dapat dihasilkan (tanpa mempedulikan akibat ekologis yang mungkin ditimbulkan dari penebangannya secara liar). Tujuan pribadi ditetapkan dalam rangka mengejar kepuasan materi.

Pertikaian ini membawa kepada atensi terhadap pondasi kultural dari pertarungan antar kekuatan, antara korporasi global (kapitalis) dan kekuatan civil society. Motivasi yang menggerakkan dua kekuatan ini lebih banyak berdasarkan afiliasi  budaya daripada kelas – meskipun korporasi global menciptakan kesenjangan kelas sosial.

Pandangan kaum kapitalis yang terfokus pada materi (kapital) dan mengejar keuntungan individu menjadikan mereka sebagai konstituen alami bagi korporasi global sebagai naunganya. Budaya modern benar-benar memperlengkapi korporasi global dengan legitimasi yang menjadi pendukung utamanya. Meskipun para pendukung kapitalis perna mengalami kegagalan – dalam waktu yang lama saat mereka menganut nilai-nilai dan pandangan dunia modernisme, (namun) mereka masih terpikat oleh kemilaunya konsumerisme dan menghidupkan mimpi bahwa suatu hari seorang tradisional yang konservatif akan tersenyum kepada mereka dan untuk memberi isyarat bahwa kelak mereka akan memenangkannya.

Kaum tradisional juga mengklaim, memberikan konstribusi signifikan bagi upaya pelegitimasian terhadap beroperasinya kapitalisme melalui keyakinan mereka bahwa kesuksesan komersial adalah tanda dari kebajikan individu. Menurut beberapa orang tradisionalis, mereka yang tidak terima terhadap (ketimpangan) pembagian kekayaan yang telah ditetapkan berarti menentang kehendak Tuhan, dan karena itu merupakan tindakan dosa.

Kalangan kapitalis, mereka tidak segan-segan untuk melakukan penentangan terhadap berbagai kemapanan dalam segala dimensinya. Mereka tidak tertarik untuk melibatkan diri memperebutkan posisi-posisi kekuasaan yang eksis dan mapan, (sebaliknya) mereka lebih memilih untuk melakukan melalui korporasi global. Kerja-kerja korporasi global akan menghadapi terkikisnya legitimasi moral bagi kekuasaan (negara), yang pada akhirnya membuka jalan bagi terbentuknya lembaga baru lain yang lebih bersahabat dengan mereka dalam mengelolah berbagai sumber kekayaan negara. Kecendrungan saat ini, negara nyaris hilang kepercayaan dalam mengelolah ekonomi bangsa. Ada kesan seolah negara tidak mampu mengurus ekonomi negara dari sumber daya yang dimiliki, sehingga kekuasaan ekonomi harus jatuh ketangan swasta (kapitalisme).#

"Pemerintah menjual murah Indonesia".


DPR akhirnya menyetujui APBN-P 2013, artinya DPR setuju kenaikan BBM yang sudah termasuk dalam postur rancangan APBN Perubahan. Persetujuan dilalui dengan voting; 181 menolak dan 338 menyetujui. Kenaikan BBM bersubsidi yakni premium menjadi Rp 6500 per liter dan solar Rp 5500 per liter.

Kenaikan BBM dan penghapusan subsidi bukan baru kali ini, tapi sejak tahun 2000 IMF telah mendesak Indonesia untuk menghapus semua jenis subsidi BBM. Indonesia dengan posisi hutang kepada IMF sekitar US$ 60 milyar atau sekitar 500 triliun membawah Indonesia pada posisi sulit menolak desakan IMF.

Indonesia memberi alasan dengan pertimbangan distabilitas politik, beban biaya sosial yang tinggi jika subsidi dihilangkan. Sebaran wilayah yang hampir merata terhadap pengguna BBM sekitar 80% penduduk negeri atau sekitar 200 juta jiwa adalah pengguna BBM memiliki daya pengaruh secara politik sangat besar. Akhirnya alasan itu oleh IMF memberikan toleransi dan memberi izin untuk tidak menghapus subsidi BBM secara total tapi bertahap dengan persayaratan pembatasan subsidi terutama minyak tanah dan solar yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup sehari-hari. Bentuk penghambaan Indonesia pada lembaga keuangan internasional.

Politik obral murah minyak dan gas yang dilakukan sejak era Soeharto hingga SBY telah menghantar rakyat Indonesia kepintu ketergantuangan pada negara-negara yang memiliki policy pembiaran (reserve) minyak dan gas untuk kepentingan nasional negara mereka.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir minyak dan gas kita dieksploitasi secara berlebihan untuk kepentingan ekspor semata dan bukan untuk kepentingan nasional yang mendesak. Akibatnya kita memasuki gerbang kelangkaan yang berakibat buruk bagi peradaban bangsa Indonesia. Sejak tahun 2002 sekitar 1,25 juta barel minyak per hari dan sekitar 8,33 BSCFD gas diekspor keluar untuk kepentingan negara lain. Bahkan pemerintah tak segan-segan menawarkan 11 blok minyak dari 60 blok ke pihak swasta.

Pemerintah memang menyadari ancaman krisis energi yang sedang dialami. Tetapi apa lacur, kebijakan yang dimunculkan bukan bagaimana mengelola dan memanfaatkan cadangan minyak bumi yang ada untuk kebutuhan dan keberlanjutan antar generasi tetapi malah bagaimana mengobral habis cadangan yang tersisa kepada negara lain.

Kebijakan pemerintah untuk mengobral cadangan migas saat ini tidak terlepas dari liberalisasi sektor ini yang  bersandar pada UU No. 22/2001 tentang Migas. Ada dua hal mendasar dari UU MIGAS yang menjadi perhatian. Pertama, diijinkannya pihak swasta mengelola sektor MIGAS baik di hulu maupun hilir, seperti tertuang pada pasal 9 ayat 1. Kedua, badan usaha yang sudah melakukan kegiatan sektor hulu tak diijinkan melakukan kegiatan yang sama di sektor hilir (pasal 10, ayat 1).

Dua klausul itulah yang membuat Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mewakili negara harus rela kehilangan dominasinya disektor MIGAS. Tak Cuma, itu Pertamina pun harus memilih. Mau usaha di bagian hulu atau hilir saja.

Realitas itu meniadakan konsep demokrasi ekonomi dan jauh dari spirit konstitusi pasal 33 UUD 1945 yang didengungkan Bung Hatta sebagai konseptornya. Karena kemakmuran adalah bagi semua orang, maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Pasal 33 itu adalah sendi utama bagi politik ekonomi bangsa dan politik sosial Republik Indonesia. Cita-cita dirumuskan pasal itu adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Realitas tidak demikian, bahkan SBY tak segan-segan mengobral murah sumber daya kita kepada pihak asing, komprador domestik dan perusahaan transnasional.

Lahirnya UU Migas yang disebutkan diatas tidak lepas dari intervensi lembaga-lembaga dunia, IMF salah satu lembaga keuangan dunia yang mempengaruhi lahirnya kebijakan migas melalui UU No. 22/2001. Undang-Undang Migas itu pula melahirkan 2 lembaga baru di lingkungan migas yaitu Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dan Badan Pengatur Kegiatan Hilir (BPH Migas), dan dua lembaga itu pula dijadikan “mesin uang” bagi yang berkepentingan.

Dengan hadirnya 2 lembaga baru ini terjadi overlaping tanggung jawab, kerancuan dalam pelaksanaannya. Dr. Kurtubi dalam makalahnya “Energy Pricing Yang Sustainable untuk Rakyat” menyatakan : Selain berdampak pada kebijakan harga BBM yang dipaksakan untuk mengikuti mekanisme pasar--ternyata ditolak rakyat dan tidak jalan--maka UU No.22/2001 juga telah berakibat merusak sistem industri perminyakan dan LNG (liquid Natural Gas) Nasional yang sangat merugikan rakyat.

Adalah ironis, negara yang memiliki kekayaan minyak bumi dan gas seperti Indonesia harus tergantung pada negara lain hanya lantaran negara tidak memiliki strategi pemanfaatan yang bijak atas kekayaan minyak bumi dan gas. Kekayaan kita justru dinikmati oleh pihak asing baik yang melakukan eksploitasi di Indonesia atau importir yang kemudian mengelolanya kembali sehingga nilai tambahnya menjadi meningkat. Lebih prihatin lagi pemanfaatan kekayaan minyak dan gas yang saat ini berlangsung tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi negara, malah justru menimbulkan masalah yang tak terselesaikan, berdampak secara tidak langsung pada pemiskinan rakyat. BLSM dan sejenisnya hanya sandiwara dibalik tidak cerdasnya pemerintah dan "wakil SBY di senayan" (bukan wakil rakyat) dalam mengelolah politik ekonomi bangsa.

Masa depan sektor migas Indonesia buram. Investor bermimpi manis dibalik keputusan pemerintah. Investor menari-nari ditengah pesimisme yang dirasakan rakyat Indonesia tentang nasib mereka. Sejak SBY berkuasa, seluruh peraturan yang berkaitan dengan minyak dan gas di Indonesia mayoritas berpihak kepada kepentingan pemodal.

Pemerintah tak pernah belajar dari pengalaman. Kesalahan-kesalahan yang sama terus diulang. Jika ditilik lebih seksama, seluruh rencana pembaruan hukum dan kebijakan negara tersebut lebih meneguhkan strategi obral murah minyak dan gas Indonesia demi kepentingaan ekonomi negara lain (negara-negara utara).

Menurut data ESDM tahun 2001 cadangan energi nasional untuk minyak bumi, total cadangan sebesar 9692 juta bbl dengan cadangan terbukti sebesar 4867 juta bbl, produksi 500 juta bbl. Perbandingan cadangan per produksi ini dapat bertahan hingga 10 tahun. Untuk gas bumi total cadangan sebesar 170 TSCF, terbukti 95 TSCF dan produksi 2,9 TSCF jumlah perbandingan cadangan per produksi adalah 30 tahun. Pertumbuhan pemakaian produk kilang di dalam negeri yang terus tumbuh, dengan rata-rata pertumbuhan 5% per tahun, menimbulkan adanya kekhawatiran makin dekatnya masa net oil importer. Sementara di lain pihak, kapasitas produksi minyak bumi sulit untuk ditingkatkan lagi. Masa net oil importer nampaknya akan menjadi kenyataan dalam dasawarsa ini.

Dengan jumlah penduduk sekitar 203,3 juta jiwa, tingkat kebutuhan energi di Indonesia yang akan mengalami lonjakan 2 kali lipat pada tahun 2025 nanti. Jika saat ini kebutuhan energi kita sebesar 4.028,4 PJ (Peta Joule), maka pada tahun 2025 nanti diperkirakan mencapai 8.145,6 PJ. Selama ini kebutuhan energi sebesar itu sebagian besar masih mengandalkan energi tak terbarukan, yaitu minyak (13%), batubara (45%), gas alam (27%) dan hanya 15% yang mengandalkan energi terbarukan. Disisi lain, sumber energy tak terbaharukan yang dimiliki Indonesia terus ditingkatkan jumlah eksportnya sehingga diperkirakan sepuluh tahun mendatang sumber minyak bumi Indonesia akan habis, dan disusul kelangkaan gas alam serta batubara.

Pemerintah tampak tidak cerdas menjalankan prinsip ekonomi bangsa dengan baik. Kita justru berharap pemerintah yang mewakili negara harus lebih menjamin demokrasi ekonomi untuk mencegah praktek-praktek yang menjurus kearah free fight liberalism dimana kepentingan rakyat banyak dirugikan, malah pemerintah menjadi promotor gerakan mengamankan kepentingan negara luar.

Selain itu, 2013 adalah tahun ancang-ancang menuju 2014. Terjadi konsolidasi dan tawar menawar antar pelaku politik dan lembaga keuangan, investor domestik dan asing sebagai mesin uang. Tanpa dianalisis lebih jauh, BLSM yang didengungkan adalah sandiwara terstruktur diatas penderitaan rakyat, bukan memulihkan penderitaan mereka. Selamat menikmati naiknya BBM bagi seluruh rakyat Indonesia, pemerintah telah menjual murah Indonesia kepada orang lain.#