Sabtu, 22 Juni 2013

"Pemerintah menjual murah Indonesia".


DPR akhirnya menyetujui APBN-P 2013, artinya DPR setuju kenaikan BBM yang sudah termasuk dalam postur rancangan APBN Perubahan. Persetujuan dilalui dengan voting; 181 menolak dan 338 menyetujui. Kenaikan BBM bersubsidi yakni premium menjadi Rp 6500 per liter dan solar Rp 5500 per liter.

Kenaikan BBM dan penghapusan subsidi bukan baru kali ini, tapi sejak tahun 2000 IMF telah mendesak Indonesia untuk menghapus semua jenis subsidi BBM. Indonesia dengan posisi hutang kepada IMF sekitar US$ 60 milyar atau sekitar 500 triliun membawah Indonesia pada posisi sulit menolak desakan IMF.

Indonesia memberi alasan dengan pertimbangan distabilitas politik, beban biaya sosial yang tinggi jika subsidi dihilangkan. Sebaran wilayah yang hampir merata terhadap pengguna BBM sekitar 80% penduduk negeri atau sekitar 200 juta jiwa adalah pengguna BBM memiliki daya pengaruh secara politik sangat besar. Akhirnya alasan itu oleh IMF memberikan toleransi dan memberi izin untuk tidak menghapus subsidi BBM secara total tapi bertahap dengan persayaratan pembatasan subsidi terutama minyak tanah dan solar yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup sehari-hari. Bentuk penghambaan Indonesia pada lembaga keuangan internasional.

Politik obral murah minyak dan gas yang dilakukan sejak era Soeharto hingga SBY telah menghantar rakyat Indonesia kepintu ketergantuangan pada negara-negara yang memiliki policy pembiaran (reserve) minyak dan gas untuk kepentingan nasional negara mereka.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir minyak dan gas kita dieksploitasi secara berlebihan untuk kepentingan ekspor semata dan bukan untuk kepentingan nasional yang mendesak. Akibatnya kita memasuki gerbang kelangkaan yang berakibat buruk bagi peradaban bangsa Indonesia. Sejak tahun 2002 sekitar 1,25 juta barel minyak per hari dan sekitar 8,33 BSCFD gas diekspor keluar untuk kepentingan negara lain. Bahkan pemerintah tak segan-segan menawarkan 11 blok minyak dari 60 blok ke pihak swasta.

Pemerintah memang menyadari ancaman krisis energi yang sedang dialami. Tetapi apa lacur, kebijakan yang dimunculkan bukan bagaimana mengelola dan memanfaatkan cadangan minyak bumi yang ada untuk kebutuhan dan keberlanjutan antar generasi tetapi malah bagaimana mengobral habis cadangan yang tersisa kepada negara lain.

Kebijakan pemerintah untuk mengobral cadangan migas saat ini tidak terlepas dari liberalisasi sektor ini yang  bersandar pada UU No. 22/2001 tentang Migas. Ada dua hal mendasar dari UU MIGAS yang menjadi perhatian. Pertama, diijinkannya pihak swasta mengelola sektor MIGAS baik di hulu maupun hilir, seperti tertuang pada pasal 9 ayat 1. Kedua, badan usaha yang sudah melakukan kegiatan sektor hulu tak diijinkan melakukan kegiatan yang sama di sektor hilir (pasal 10, ayat 1).

Dua klausul itulah yang membuat Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mewakili negara harus rela kehilangan dominasinya disektor MIGAS. Tak Cuma, itu Pertamina pun harus memilih. Mau usaha di bagian hulu atau hilir saja.

Realitas itu meniadakan konsep demokrasi ekonomi dan jauh dari spirit konstitusi pasal 33 UUD 1945 yang didengungkan Bung Hatta sebagai konseptornya. Karena kemakmuran adalah bagi semua orang, maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Pasal 33 itu adalah sendi utama bagi politik ekonomi bangsa dan politik sosial Republik Indonesia. Cita-cita dirumuskan pasal itu adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Realitas tidak demikian, bahkan SBY tak segan-segan mengobral murah sumber daya kita kepada pihak asing, komprador domestik dan perusahaan transnasional.

Lahirnya UU Migas yang disebutkan diatas tidak lepas dari intervensi lembaga-lembaga dunia, IMF salah satu lembaga keuangan dunia yang mempengaruhi lahirnya kebijakan migas melalui UU No. 22/2001. Undang-Undang Migas itu pula melahirkan 2 lembaga baru di lingkungan migas yaitu Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dan Badan Pengatur Kegiatan Hilir (BPH Migas), dan dua lembaga itu pula dijadikan “mesin uang” bagi yang berkepentingan.

Dengan hadirnya 2 lembaga baru ini terjadi overlaping tanggung jawab, kerancuan dalam pelaksanaannya. Dr. Kurtubi dalam makalahnya “Energy Pricing Yang Sustainable untuk Rakyat” menyatakan : Selain berdampak pada kebijakan harga BBM yang dipaksakan untuk mengikuti mekanisme pasar--ternyata ditolak rakyat dan tidak jalan--maka UU No.22/2001 juga telah berakibat merusak sistem industri perminyakan dan LNG (liquid Natural Gas) Nasional yang sangat merugikan rakyat.

Adalah ironis, negara yang memiliki kekayaan minyak bumi dan gas seperti Indonesia harus tergantung pada negara lain hanya lantaran negara tidak memiliki strategi pemanfaatan yang bijak atas kekayaan minyak bumi dan gas. Kekayaan kita justru dinikmati oleh pihak asing baik yang melakukan eksploitasi di Indonesia atau importir yang kemudian mengelolanya kembali sehingga nilai tambahnya menjadi meningkat. Lebih prihatin lagi pemanfaatan kekayaan minyak dan gas yang saat ini berlangsung tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi negara, malah justru menimbulkan masalah yang tak terselesaikan, berdampak secara tidak langsung pada pemiskinan rakyat. BLSM dan sejenisnya hanya sandiwara dibalik tidak cerdasnya pemerintah dan "wakil SBY di senayan" (bukan wakil rakyat) dalam mengelolah politik ekonomi bangsa.

Masa depan sektor migas Indonesia buram. Investor bermimpi manis dibalik keputusan pemerintah. Investor menari-nari ditengah pesimisme yang dirasakan rakyat Indonesia tentang nasib mereka. Sejak SBY berkuasa, seluruh peraturan yang berkaitan dengan minyak dan gas di Indonesia mayoritas berpihak kepada kepentingan pemodal.

Pemerintah tak pernah belajar dari pengalaman. Kesalahan-kesalahan yang sama terus diulang. Jika ditilik lebih seksama, seluruh rencana pembaruan hukum dan kebijakan negara tersebut lebih meneguhkan strategi obral murah minyak dan gas Indonesia demi kepentingaan ekonomi negara lain (negara-negara utara).

Menurut data ESDM tahun 2001 cadangan energi nasional untuk minyak bumi, total cadangan sebesar 9692 juta bbl dengan cadangan terbukti sebesar 4867 juta bbl, produksi 500 juta bbl. Perbandingan cadangan per produksi ini dapat bertahan hingga 10 tahun. Untuk gas bumi total cadangan sebesar 170 TSCF, terbukti 95 TSCF dan produksi 2,9 TSCF jumlah perbandingan cadangan per produksi adalah 30 tahun. Pertumbuhan pemakaian produk kilang di dalam negeri yang terus tumbuh, dengan rata-rata pertumbuhan 5% per tahun, menimbulkan adanya kekhawatiran makin dekatnya masa net oil importer. Sementara di lain pihak, kapasitas produksi minyak bumi sulit untuk ditingkatkan lagi. Masa net oil importer nampaknya akan menjadi kenyataan dalam dasawarsa ini.

Dengan jumlah penduduk sekitar 203,3 juta jiwa, tingkat kebutuhan energi di Indonesia yang akan mengalami lonjakan 2 kali lipat pada tahun 2025 nanti. Jika saat ini kebutuhan energi kita sebesar 4.028,4 PJ (Peta Joule), maka pada tahun 2025 nanti diperkirakan mencapai 8.145,6 PJ. Selama ini kebutuhan energi sebesar itu sebagian besar masih mengandalkan energi tak terbarukan, yaitu minyak (13%), batubara (45%), gas alam (27%) dan hanya 15% yang mengandalkan energi terbarukan. Disisi lain, sumber energy tak terbaharukan yang dimiliki Indonesia terus ditingkatkan jumlah eksportnya sehingga diperkirakan sepuluh tahun mendatang sumber minyak bumi Indonesia akan habis, dan disusul kelangkaan gas alam serta batubara.

Pemerintah tampak tidak cerdas menjalankan prinsip ekonomi bangsa dengan baik. Kita justru berharap pemerintah yang mewakili negara harus lebih menjamin demokrasi ekonomi untuk mencegah praktek-praktek yang menjurus kearah free fight liberalism dimana kepentingan rakyat banyak dirugikan, malah pemerintah menjadi promotor gerakan mengamankan kepentingan negara luar.

Selain itu, 2013 adalah tahun ancang-ancang menuju 2014. Terjadi konsolidasi dan tawar menawar antar pelaku politik dan lembaga keuangan, investor domestik dan asing sebagai mesin uang. Tanpa dianalisis lebih jauh, BLSM yang didengungkan adalah sandiwara terstruktur diatas penderitaan rakyat, bukan memulihkan penderitaan mereka. Selamat menikmati naiknya BBM bagi seluruh rakyat Indonesia, pemerintah telah menjual murah Indonesia kepada orang lain.#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar