Selasa, 22 April 2014

"Demokrasi Pasar"


Tahun 1998, kita menemukan titik balik, adanya political will untuk merombak sistem politik dan pemerintahan, salah satunya diperkenankan munculnya multi partai dalam sistem politik Indonesia. Era Soeharto, ia memainkan strategi partai dominan (single mayority) dan menguasai kekuasaan. Politisi yang diusung parpol (parlemen) hanya sebatas aksesoris, eksekutif mendominasi segala aspek kehidupan bahkan menjadi kekuatan hegemonik yang determinan.

Pasca 1998, setidaknya ada 3 (tiga) agenda bangsa yang mesti diselesaikan; disparitas dibidang ekonomi, reproduksi sosial dan demokratisasi dibidang politik.

Dalam konteks itu, parpol yang berhasil merebut kekuasaan dipemerintahan melalui Pemilu, harus mampu menyelesaikan keinginan dan cita-cita dimaksud. Kenyataan, partai pemenang dan berkuasa dianggap gagal dalam merestrukturisasi agenda-agenda besar bangsa, gagal melembagakan diri secara baik sebagai spirit dan implemetasi pembaharuan politik dan ekonomi bangsa.

Tugas parpol, merumuskan arah yang ingin dituju oleh bangsa, tentu bagi partai pemenang. Olehnya dalam sistem politik, parpol adalah pemegang kendali penting di kehidupan pemerintahan negara.

Jika arah bangsa itu dikendalikan partai, maka ideologi parpol memiliki posisi penting dalam membingkai kehidupan dan dinamika porpol. Karena ideologi digunakan sebagai dasar bagi seluruh partai ketika masuk ke arena pertarungan perebutan kekuasaan politik.

Parpol perlu menganut salah satu ideologi sebagai dasar perumusan visi, kebijakan dan program parpol dalam pencapaian tujuan dan cita-cita nasional. Di Amerika, kapitalisme liberal sebagai ideologi yang berkuasa (parpol pemenang), sosialisme demokrat di Swedia (parpol pemenang), kapitalisme di Cina (parpol pemenang). Ideologi ini perlu dianut parpol agar memiliki arah serta visi masa depan jika kelak berkuasa, mengarahkan biduk bangsa.

Di Indonesia, parpol bukan tidak memiliki ideologi, tapi tidak melakukan penguatan ideologi parpol kepada kader-kader partai terlebih kepada masyarakat pemilih (masyarakat memilih bukan karena partai tapi figur). Ideologi digunakan untuk merumuskan prinsip dasar cara berfikir dalam perumusan kebijakan nasional dan platform kebangsaan.

Parpol yang tidak jelas ber-ideologi, implikasinya bukan hanya berimbas pada tidak jelasnya arah pembangunan bangsa tapi berimbas pula pada kader-kader partai yang kelak menjadi pemimpin bangsa, akan terjebak sikap pragmatisme-materialisme, karena arah gerak setiap kader menjadi tidak terukur sesuai tujuan parpol.

Juga rakyat yang paling dirugikan, karena rakyat tidak bisa melihat negara dan bangsa ini mau dibawa ke mana oleh parpol yang berkuasa. Situasi ini menguntungkan elit parpol, sebab tidak perlu berpikir dan bekerja terlalu keras untuk memperoleh hasil jangka pendek maupun jangka panjang.

Resiko dari figur yang lebih memainkan peran dominan ketimbang parpol adalah berlaku sistem pasar, figur sebagai investasi dalam sistem politik. Berlaku sistem mekanisme pasar (demokrasi pasar) atau transaksi karena figur dijadikan sebagai barang dagangan. Trend ini menunjukkan figur yang populer lebih laris jual dibanding platform ideologis parpol. Artis-artis direkrut karena laris jual, konglomerat direbut ramai-ramai karena memiliki modal besar, disini letak kegagalan demokratisasi politik.

Fakta ini amat tragis jika pemimpin itu lahir dari pasar, lebih mengikuti selera pasar, tarif dan transaksi menjadi lebih penting dibandingkan bangunan ideologi parpol yang didorong untuk mencapai cita-cita kebangsaan.

Kondisi ini mestinya disadari karena parpol bukan hanya sekedar kendaraan politik, tapi parpol adalah alat untuk mencapai cita-cita pembangunan nasional. Jika kondisi ini dibiarkan, maka politik instan menjadi sistem dan jalan untuk merebut kekuasaan politik.

Hal ini bukan tanpa resiko, politik instan membawa dampak dan resiko pada perilaku figur yang labil, berpengaruh ketika ia terpilih, karena tidak ada kerangka idologis parpol yang mengakar pada kader-kader partai dan lebih-lebih kepada pemilih yang ditawarkan. #

Tidak ada komentar:

Posting Komentar