Jumat, 28 September 2012

"Free fight liberalism?"




BUNG HATTA, adalah penggagas sekaligus selaku konseptor pasal 33 UUD 1945 bagi politik perekonomian Indonesia. Makna pasal 33, kemakmuran rakyat diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Karena kemakmuran adalah bagi semua orang, maka cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya (termasuk Migas) merupakan sumber-sumber kemakmuran rakyat yang harus dikuasai negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Olehnya, pasal 33 adalah sendi utama bagi politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia. Pasal 33 adalah pilar penentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Pasal 33 mengenai sistem politik - ekonomi Indonesia, pasal 27, 31, 34 dst adalah pelaksana, aturan untuk melaksanakan demokrasi ekonomi Indonesia. Kelahiran pasal 33, untuk mencegah free fight liberalism  agar kepentingan rakyat banyak tidak dirugikan, tidak ditindas demi kepentingan orang-seorang yang mempunyai kuasa dan bagi mereka yang memegang tampuk produksi. Oleh sebab itu usaha untuk mencapai demokrasi ekonomi, mencapai cita-cita terwujudnya pasal 33 merupakan kewajiban sosial dan moral seluruh bangsa.

Dengan demikian, campur tangan negara harus lebih besar dalam menjamin terlaksananya kedaulatan ekonomi. Ekonomi pasar yang bermaksud menempatkan kekuatan pasar untuk mengatur perekonomian Indonesia, seperti perdebatan yang tak kian habis pasal 7 ayat 6A UU APBN-P 2012, dianggap tidak sesuai dengan konsep kepemimpinan negara dalam mendesign konsep politik-ekonomi bangsa.

Negara harus menguasai sumber-sumber kemakmuran rakyat untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Disini tampak penting “Kepemiminan Negara” dan Wakil Rakyat harus berperan besar bersama rakyat dalam keikutsertaannya dalam membawah kedaulatan ekonomi sesuai kehendak pasal 33 UUD 1945. Disini, konsep Bung Karno tentang tatanan politik perekonomian dan demokrasi sosial  ikut menyempurnakan konsep demokrasi ekonomi bangsa. Karena Bung Karno menyebut pandangannya tentang politik perekonomian Indonesia dengan sebutan sosio-demokrasi yaitu demokrasi yang bukan demokrasi barat, tapi politik-economische-democratie, yaitu demokrasi dengan kesejahteraan. Ini dinyatakan Bung Karno dalam pidatonya yang dikenal dengan lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 didepan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan.

Hanya demokrasi politik belum menyelamatkan rakyat, tapi perlu ada demokrasi ekonomi untuk menjamin keselamatan rakyat (sejahtera). Nasionalisme Indonesia harus ada sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Didalam sosio-nasionalisme ada nasionalisme politik dan nasionalisme ekonomi. Didalam sosio-demokrasi ada demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

Hakekat demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat yakni pemerintahan yang memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah, ikut menentukan nasib bangsa dan negara. Faham demokrasi awalnya muncul dari revolusi Perancis, sebelum revolusi Perancis, pemerintahan Eropa adalah pemerintahan otokrasi, didalam tangan Raja, rakyat tak ikut bersuara, rakyat hanya nurut saja apa mau Raja. Bahkan Raja mengakui dirinya sebagai wakil Tuhan dimuka bumi.

Dalam soal ini, Raja didukung, dibentengi oleh kaum ningrat dan kepala-kepala agama. Raja, kaum ningrat, kepala-kepala agama adalah gambaran kelompok penguasa pada waktu itu. Kemudian datanglah kaum baru (kaum pergerakan), penentang Raja dan kelompok-kelompoknya dan ingin merebut kekuasaan itu, akhirnya kekuasaan itu direbut, maka terjadilah atau menghasilkan revolusi Perancis. Kaum pergerakan menang, maka muncullah pemerintahan rakyat atau demokrasi difase itu. Raja runtuh, kelompok-kelompok agama runtuh, kaum ningrat runtuh, diadakan parlemen-parlemen, dimana rakyat mengirimkan wakil-wakilnya, timbullah pemerintahan demokrasi dimana-mana.

Indonesia adalah negara demokrasi, pemerintahan oleh rakyat. Dinegara demokrasi seperti Indonesia ini, jika pemerintah (negara) tidak mendengar isi penderitaan rakyat, maka bukan  disebut negara demokrasi, tapi negara otokrasi, negara dipimpin oleh Raja, kemudian didukung kaum-kaum ningrat terpilih, sebuat saja yang berada digelanggang politik. 

Reralitas, dalam negara demokrasi Indonesia, rakyat menjadi tuan didalam urusan politik, disaat bersamaan rakyat juga menjadi budak didalam urusan ekonomi. Pemerintah telah mampu membuat pertentangan antara sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia. Pasal 33 adalah pasal hampa dibenak rezim politik Indonesia.

Nasionalisme Indonesia bukan hanya mengkramatkan “demokrasi” dengan mencari kilaunya negeri diluar (kapitalisme), tetapi nasionalisme Indonesia adalah mencari keselamatan seluruh manusia Indonesia untuk hidup sejahtera. Sosio-nasionalisme adalah nasionalismenya rakyat, dan sosio-demokrasi adalah adalah demokrasinya rakyat, olehnya disebut sosio-demokrasi adalah “pencaharian merdeka”---kemerdekaan universal dan hak memperoleh pekerjaan dari kemerdekaan individual (pasal 27 UUD 1945).

Nasionalisme dan demokrasi harus tumbuh dan berdiri didalam hati sanubari rakyat Indonesia, bukan nasionalisme dan demokrasi yang tumbuh dihati kaum kapitalis. Olehnya penting bagi rakyat Indonesia untuk melancarkan asas non-kooperatif dalam memperjuangkan keselamatan rakyat. Yakni, asas yang menolak kerjasama disegala lapangan politik-ekonomi yang beraliran kapitalis, yang lebih menggadaikan bangsa yang kaya raya ini. Non-kooperatif adalah asas perjuangan yang tak kenal damai dengan kaum pertuanan. Oleh sebab itu, non-kooperatif juga berisi radikalisme-radikalisme hati, radikalisme pikiran, radikalisme sepak terjang, radikalisme dalam sikap lahir dan bathin, radikalime dalam menolak free fight liberalism.#

Kamis, 5 April 2012, pkl.15.00 – 17.30 Wita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar