Jumat, 21 September 2012

Sumber Daya Manusia & Iptek




Lembata (NTT) jika saja dua periode pertama dilewati dengan baik, terencana dan sitematis dengan menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan Iptek, maka kita akan tertolong lebih ringan dalam menapak periode ketiga, 2011. Kekeliruan kita adalah tidak meletakkan unsur kekuatan SDM dan Iptek secara benar dalam rencana pembangunan daerah. Andai, kita meletakkan SDM dan Iptek secara benar, maka dalam hitungan periodisasi lima belas tahun (tiga periode) kita sudah mampu merintis pembanguan tekhnologi berdasar keunggulan-keunggulan lokal yang kita miliki.

Karena asumsi yang diletakkan dalam jangka panjang, keberhasilan pembangunan hanya dapat ditentukan oleh kualitas manusianya, bukan pada melimpah ruahnya kekayaan alam. Singapura, Jepang, Korea adalah negara-negara miskin sumber daya alam, demikian juga Bali, Jawa yang juga minim sumber daya alam, tapi karena mengembangkan Iptek dan memanfaatkan SDM dengan kualitas tinggi sebagai unggulan komparatif, maka daerah-daera itu tergolong sukses dan mampu menghasilkan produk-produk yang menembus pasar regional, dunia. Disini terbukti pentingnya tekhnologi, yaitu SDM yang menguasai Iptek.

SDM yang menguasai Iptek adalah modal, dan diharapkan mampu menciptakan dan pembentukan modal lain. Pengembangan tekhnologi dapat dihasilkan dari peningkatan organisasi dan kelembagaan. Upaya-upaya seperti mengembangkan lembaga pendidikan, litbang, ristek dan diharapkan memasyarakatkan hasil-hasil riset kepada masyarakat pemakai adalah juga usaha pengembangan tekhnologi. Dengan pembangunan SDM dan Iptek secara baik didaerah, maka kita akan memperoleh economy efficiency dan mendapatkan nilai tambah secara murah. Inilah pendekatan SDM dan Iptek yang seharusnya dilakukan dalam periode sebelum dengan cermat.

Olehnya itu, kita harus membutuhkan waktu yang panjang untuk memikirkan pembentukan SDM yang menguasai Iptek sebagai modal daerah masa depan, dengan cermat, sistematis dan terencana. Jika 2011 adalah awal perintisan, perencanaan maka hasilnya baru dapat dirasakan sekitar 10 atau 20 tahun mendatang. Untuk antisipasi kelangkaan SDM yang menguasai Iptek, maka kebijakannya adalah mengimpor SDM unggulan dari daerah lain sekalipun dibayar dengan biaya mahal untuk menopang perencanaan, pembangunan termasuk perencanaan komprehensip pembangunan ekonomi daerah.

SDM yang menguasai Iptek, mungkin terlalu jauh kita bicara soal bio-tech atau genetic engineering yang digunakan membuat mangga, pisang, jambu, kelapa atau umumnya hasil perkebunan yang dihasilkan, tapi dengan keunggulan SDM dan Iptek yang kita miliki dapat membuat keunggulan produk lokal memiliki nilai tambah bagi daerah dan penghidupan warga. Dengan hitungan urusan tekhnologi murah itu, maka tidak susah untuk digarap dari sekarang, dengan memanfaatkan hasil perkebunan, pertanian, perikanan yang dimiliki oleh kita, yang rata-rata memiliki nilai yang tidak kalah beda dengan daerah lain, kita mampu berdiri sejajar dengan daerah-daerah yang sudah lebih dulu maju. Olehnya itu, gerakan; tanam, petik olah, jual (tapol) digerakan dan tentu disiapkan berbagai sub system yang dapat menopang keberlanjutannya.

Kalau ada orang yang sudah pernah ke Lembata atau NTT umumnya, dan menumpang bis angkot kota dan luar kota, telinga kita seolah pecah dengan musik yang diputar, sekalipun daerah ini tidak memiliki satupun produksi musik diwilayah ini. Atau mesin diesel yang rusak sekalipun yang rusak hanya baut, tapi kita mencarinya adalah ditoko-toko, tapi tidak pernah menggugah kita kapan kita bias memproduk baut seperti yang terjual ditoko itu. Atau kita bisa menggalakkan kekuatan local dengan mBok Berek untuk menahan masuknya tekhnologi KFC (kentucky fried chicken) dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan lokal kita. Atau kita mampu memproduk masakan khas ikan ala ikan bakar Solo yang trend, kita punya keunggulan; misalnya ikan kerapu, tuna, udang, cumi dstnya, setiap malam kisaran antara 5-10ton nelayan menangkapnya. Tapi mau dibawah kemana ikan semua itu yang memiliki kualifikasi eksport?. Ini contoh kecil, yang menggugah kita dalam pembentukan SDM yang menguasai Iptek dalam ukuran  waktu jangka panjang.

Disinilah dibutuhkan SDM yang memiliki arti dan upaya mengangkat manusia dari kemiskinan, daripada menghasilkan konglomerat erzatz yang hanya tahu mengimpor tekhnologi tanpa gairah mengembangkan tekhnologi sendiri.

Profesionalisme

SDM dimaksud, adalah orang-orang memiliki profesi/keahlian, kita harus berani memulai dengan gerakan profesionalisme. Para ilmuwan seperti dokter, apoteker, insinyur, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli perencanaan, ahli keuangan dan sebagainya digolongkan kedalam full profesionall. Sedangkan para wirausaha, guru-guru, karyawan kantor, orang-orang mekanik, ahli-ahli listrik dan lain-lain digolongkan kedalam sub-profesionals.

Para profesional dikenal sebagai high-level manpower yang mempunyai unsur, yang dalam ekonomi pembangunan disebut dengan residual. Residual inilah unsur utama meningkatkan kualitas kerja, sehingga pengaruhnya sangat terasa dalam multi fungsi. Dengan penambahan kualitas kerja tersebut sebagai input, maka output akan menjadi meningkat lebih besar dalam skala tertentu.

Profesionalisme mengandung tiga unsur pengertian yang erat kaitannya satu dengan yang lain, yaitu; 1) kapasitas atau stok keahlian yang bersumber pada ilmu pengetahuan dan tekhnologi, 2) moral atau etika, dan perilaku dan tindak tanduk, baik secara individu maupun kelompok, 3) pelayanan terhadap orang, masyarakat atau lingkungan.

Manusia yang profesional, dengan demikian, dianggap sebagai manusia berkualitas yang memiliki keahlian serta berkemampuan mengekspresikan keahliannya itu bagi kepuasan orang lain atau masyarakat dengan memperoleh pujian. Ekspresi keahlian tersebut tampak dari perilaku, analisisnya dan keputusan-keputusannya.

Uang dianggap bukan unsur utama, bahkan bisa sama sekali bukan unsur, tetapi sekedar pernyataan pujian atas pelayanan atau suguhan yang memuaskan (marketable). Demikianlah hasil kerja profesional selalu memuaskan orang lain dan oleh sebab itu, orang akan rela membayar dengan harga tinggi. Dengan demikian, hasil kerja profesional selalu mempunyai nilai tambah yang tinggi. Oleh sebab itu, profesional selalu dikaitkan dengan efesiensi dan keberhasilan, dan menjadi sumber bagi peningkatan produksi, pertumbuhan, kemakmuran dan kesejahteraan, baik dari individu pemilik profesi maupun masyarakat dilingkungannya.

Membangun daerah tentu membutuhkan unsur-unsur profesionalisme dengan ciri profesioanl, seperti kenalaran, kordinasi, keutuhan dan kecermatan, serta kesahajaan. Seorang profesional tidak membutuhkan peralatan yang canggih seperti mesin hitung yang mampu menghitung dan menyuguhkan data secara tepat dan cepat, tetapi orang profesional seringkali hanya dengan nalar dan logikanya.

Berdasarkan itu, dia sudah mampu melihat secara baik persoalan yang dihadapi, dan dari situ mengembangkan berbagai alternatif pemecahannya, serta memilihnya yang terbaik. Bayangkan ia seorang dokter yang memeriksa pasiennya ditempat yang pelosok, cukup dengan mendengar keluhannya pasien, ia sudah tahu penyakit apa yang diderita. Jika dokter tahu penyakitnya maka apoteker tahu obatnya, siklus seperti ini akan selalu dinamis dan berkembang.

Yang dihadapi oleh seorang profesinal adalah bagaimana mengkordinasikan berbagai subsistem, baik dalam skala mikro seperti contoh dokter diatas, maupun dalam skala makro seperti pembangunan ekonomi yang menyangkut alokasi sumber daya manusia, peralatan dan modal. Dari kordinasi ini akan dihasilkan suatu prakarsa yang berarti dan berguna bagi manusia dan kemanusiaan.

Dalam upaya memperoleh kesimpulan atau mencari bangunan jawaban yang terbaik, seorang profesional seringkali harus membuat rancangan. Rancangan dibuat secara cermat dan utuh, sehingga selesai dan tak ada yang tertinggal, lengkap tidak setengah-setengah atau parsial.

Demikian pula, seorang profesional seringkali bekerja dengan peralatan yang minim, sehingga cukup membuat sketsa atau model dari keadaan dunia yang nyata dan pelik.Yaitu, simplifikasi atas bangun dan perilaku dunia nyata kedalam bentuk yang sederhana (sahaja) dan mudah dimengerti. Yaitu, suatu model yang mirip dengan bentuk aslinya, baik secara statis maupun dinamis, sehingga harus sahih (valid) dan handal (reliable). Demikian model pembangunan juga harus dirancang melalui model-model yang bisa membawa kepada tujuan pembangunan.

Apa yang ada didunia ini pada hakekatnya, menyangkut berbagai masalah kemanusiaan. Para profesional dihadapkan pada masalah-masalah untuk memecahkannya. Untuk itu aturan main seorang profesional dinyatakan dengan langkah-langkah dasar yang merupakan prosedur analisis sistem. Pertama, tidak ada analisa yang bisa berlanjut tanpa pernyataan tentang tujuan. Kedua, selanjutnya adalah tidak mungkin mencapai tujuan tanpa menetapkan ukuran keberhasilan.

Karena maksud dari analisa adalah mencari pemecahan, maka langkah profesionalisme harus pula diikuti dengan usaha keras mencari dan menyajikan berbagai alternatif pemecahan. Masing-masing alternatif harus dikaji dan dinilai satu persatu sebelum, kemudian, ditetapkan pilihan alternatif yang terbaik.

Selain sedikit jumlah tenaga kerja yang bisa dikategorikan sebagai profesionalisme di daerah, langkah-langkah yang menunjukan ciri profesionalisme juga belum membudaya. Budaya ini mempunyai kaitan erat dengan budaya lingkungan yang disebut dengan keterbukaan. Budaya simplistis, yang short-cut, yang asal-asalan, bahkan tidak masuk akal dan terasa sewenang-wenang, telah menjadi budayanya kebanyakan para birokrat. Apabilagi birokrat yang non keahlian, kita minim stok tenaga-tenaga profesionalisme. Selain itu, kita juga diperhadapkan pada berbagai persoalan pelik lainnya, pendidikan sebagai sumber lahirnya SDM begitu rapuh, kompleksitas masalah yang melilit, bukan hanya kemauan tapi kemampuan. Untuk mengejar ketertinggalan, kita butuh kematangan konsep, mampu membangun asumsi, membuat kebijakan dan ulet secara tekhnis dipelaksanaan.

Untuk kelangsungan pembangunan dan kelangsungan masa depan daerah sangat ditentukan oleh kemampuan SDM yang disiapkan dan diperuntukan bagi kesejahteraan daerah, dan mampu menjamin kerja produktif dipasar tenaga kerja maupun untuk peningkatan kemampuan karya dan pikirnya untuk pengembangan Iptek itu sendiri. #


Kupang, Juli 2008


1 komentar:

  1. KAK INI AKU JAMIL JAWAS ITU BARU MANUSIA MILINIUM AKU SALUT KAKAKU

    BalasHapus